Monday, October 02, 2006

Ibu.. Si Kecil Nakal nee..

Operasi pelajar rutin yang dilakukan Dinas Ketertiban, Kepolisian dan Dinas Pendidikan dan Pengajaran kota Yogyakarta berhasil mengamankan sembilan pelajar. Dua pelajar diantaranya siswa kelas V SD salah satu sekolah di kota pendidikan itu. Dua bocah berseragam SD itu tertangkap basah ketika sedang asyik bermain game di Genesis Game Online di Jl AM. Sangaji.

Sedangkan untuk tujuh pelajar yang tertangkap dalam operasi pelajar itu merupakan siswa SMA dan SMK di Yogyakarta. Saat ditangkap para siswa tersebut mengaku bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah mereka sudah selesai.

Kegiatan operasi pelajar yang diselenggarakan, Rabu (20/9) itu, petugas menyisir semua lokasi yang disinyalir sering digunakan para pelajar untuk bolos sekolah. Seperti di Mall, tempat game, dan jalan-jalan umum yang sering dipakai nongkrong saat jam sekolah, seperti Jl Robert Walter.

Meiyanto, Komandan Operasi Lapangan Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, mengungkapkan, operasi pelajar tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilakukan pemerintah kota (Pemkot) Yogyakarta.

Operasi pelajar sendiri dilakukan dalam rangka untuk menjaga keamanan, ketertiban dan ketentraman kota Yogyakarta yang sudah dikenal sebagai kota pendidikan. Apalagi, banyak sekali warga di luar kota yang menyekolahkan anaknya di Yogyakarta.

”Banyak warga masyarakat di luar kota Yogyakarta yang menyekolahkan anaknya di sini (Yogyakarta). Sehingga dengan adanya operasi seperti ini diharapkan bisa meminimalisir kenakalan pelajar. Mereka di Yogyakarta ini memang disekolahkan orang tuanya untuk belajar yang rajin, bukannya untuk bermain di saat jam pelajaran,” terangnya. (sulistiono)

Jika Ibu-Ibu pada Sehat...

Sebanyak 225 ibu rumah tangga dari keluarga tidak mampu mengikuti program papsmear gratis, sebagai upaya untuk meminimalisir jumlah penderita kangker leher rahim.

Kegiatan yang diselenggarakan Yayasan Kangker Indonesia (YKI) Cabang Kota Yogyakarta dan Dinas Kesehatan setempat tersebut, bermaksud untuk deteksi dini agar penyakit kangker leher rahim dapat cepat ditangani dan bisa disembuhkan 100 persen sehingga tingkat kematian akibat penyakit itu juga menurun.

Ketua YKI Cabang Kota Yogyakarta, Dyah Suminar, mengatakan, saat ini pemeriksaan papsmear sudah dapat dilayani di seluruh puskesmas yang tersebar di Yogyakarta. Penderita yang periksa dikenakan biaya Rp 35.000.

Biaya pemeriksaan tersebut masih tergolong mahal. Sebab, puskesmas masih belum memiliki laboratorium patologi sendiri. Sedangkan biaya laboratorium sendiri Rp 25.000. “Kita mengharapkan suatu saat puskesmas memiliki laboratorium papsmear sendiri, sehingga biaya pemeriksaan juga bisa lebih murah,” katanya.

Dijelaskan, kangker leher rahim bisa menyerang wanita usia 20 tahun – 60 tahun. Dan, kunci untuk upaya penyembuhannya adalah dengan cara pendekteksian dini, melalui papsmear. “Pemahaman perempuan terutama kaum ibu terhadap kesehatan diri sendiri masih sangat kurang. Mereka memang lebih banyak konsentrasi memikirkan kesehatan anak-anaknya yang akhirnya mengabaikan kesehatannya sendiri.” (sulistiono)

Sedikit Tentang Wayang Kancil...

Dikenal dan diakui dunia, tersingkir di negeri sendiri. Begitulah nasib kesenian tradisional, khususnya kesenian wayang. Seiring perkembangan jaman, kesenian tradisional itupun tenggelam oleh arus modernisasi.

Generasi muda semakin lesu dan jauh dari seni tradisi milik bangsanya sendiri. Keberadaan seni tradisional yang dikenal adi luhung itu tergilas dengan perkembangan teknologi yang mampu menghasilkan karya-karya modern yang kemasannya jauh lebih menarik.

Kesenian tradisional yang sarat makna dan penuh dengan pelajaran hidup hendaknya dipelajari dan dilestarikan, seperti halnya kesenian wayang. Bukan hanya karena produk wayangnya kesenian itu dilestarikan. Melainkan isi dari cerita yang diangkat dalam kisah-kisah pewayangan itu.

Jika kesenian wayang sendiri sudah tidak diminati lagi, bagaimana bisa pesan-pesan tentang kehidupan dalam kisah pewayangan bisa tersalurkan. Kekhawatiran seperti itulah yang sampai saat ini dirasakan para pelaku kesenian wayang.

Kondisi seperti itu bukan baru saja kita rasakan. Keberadaan kesenian tradisional wayang yang sudah tersingkir itu sudah kental dirasakan sejak puluhan tahun lalu. Berawal dari sebuah pembicaran para pelaku seni di Yogyakarta, seorang seniman senior waktu itu, Ki Ledjar Soebroto, memulai memikirkan cara untuk mengenalkan kesenian tradisional wayang kepada anak-anak. Upaya itu bertujuan agar kesenian wayang tidak ditinggalkan generasi penerus bangsa.

Saat itu di tahun 1980, seniman tatah sungging wayang itu memiliki kesibukan membuat topeng hewan yang dipergunakan untuk acara karnaval. Kesibukannya itu mengingatkannya akan banyaknya cerita binatang yang saat itu kurang dimanfaatkan untuk pendidikan budi pekerti dan lingkungan hidup, terutama kecintaan terhadap binatang.

Akhirnya pria yang lahir 20 Mei 1938 itu membuat boneka wayang binatang. Jenis-jenis binatang yang dibuat ada di dalam dongeng Kancil yang pernah di dengarnya. Seperti binatang kancil, buaya, gajah, ular, ayam jago, burung gagak, bangau, harimau. Ada sekitar 40 boneka binatang yang berhasil dibuat ketika itu.

Untuk pertama kalinya, Wayang Kancil ciptaan Ki Ledjar dipentaskan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pada Agustus 1980 di Gelanggang Mahassiswa diiringi musik gamelan Jawa oleh Keluarga Kesenian Mahasiswa UGM.

Keberadaan Wayang Kancil terus dikembangkan. Bahkan, ketika itu, pada tahun 1981 seorang warga Belanda bernama Riens Bartmans (meninggal September 1994) tertarik untuk dibuatkan Wayang Kancil untuk dipentaskan di negaranya, karena buku yang berkisah tentang Kancil ternyata ada di Belanda.

Riens Bartmans adalah seorang dhalang wayang purwa yang menimba ilmu di Surakarta. Di negaranya, pementasan Wayang Kancil yang diperuntukkan untuk anak-anak mendapat sambutan luar biasa.

”Dia selalu kirim surat kepada saya kalau pementasan Wayang Kancil di negaranya mendapatkan sambutan bagus. Itu yang membuat saya semakin semangat mengembangkan Wayang Kancil di negeri sendiri,” kata seniman yang lahir di Sapuran, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah itu.

Ledjar menceritakan, Wayang Kancil berdasarkan catatan sejarah sudah ada sejak Kasunanan Giri (1478-1688) di Gresik. Pakem Wayang Kancil itu dipakai untuk berdakwah di wilayah pesisir seperti di pulau Jawa, Madura, Kalimantan, Lombok.

Tokoh idola Kancil diciptakan oleh Kanjeng Sunan Giri I (Raden Paku) untuk mengangkat derajad kaum laki-laki sebagai lelaki sejati sekaligus sebagai pahlawan nusantara sejati.

Pada waktu itu tokoh laki-laki dianggap sebagai Sunan Giri I sebagai tokoh yang melambangkan ambiguitas dan kontrovesial, seperti tokoh Raden Panji Inu Kartapati (dalam cerita Panji), Raden Arjuna (dalam cerita Mahabharata) dan Prabu Ramawijaya (dalam cerita Ramayana).

Setelah lama tenggelam, tahun 1925, Wayang Kancil mulai dipertunjukkan lagi, oleh Raden Mas Sajid. Ketika itu Raden Mas Sajid berpendapat bahwa Wayang Kancil dibuat oleh seorang Thionghoa yang bernama Bah Bo Liem.

***

Pementasan Wayang Kancil dimainkan dengan durasi waktu rata-rata satu jam. Pementasan Wayang Kancil pada awal kelahirannya disisipkan pada saat pementasan Wayang Purwa, yaitu dimainkan sebagai pembuka, yang targetnya untuk penonton usia anak. Hal itu dilakukan sebagai cara untuk mendekatkan anak kepada kesenian wayang.

Durasi waktu akan bisa lebih lama (dua jam), jika pementasan Wayang Kancil digelar tunggal, tidak disisipkan dengan pagelaran Wayang Purwa. Bahasa yang digunakan dalam pementasan juga melihat situasinya. Kadang kalanya juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko secara utuh.

Namun, jika dipentaskan di depan anak-anak sekolah setingkat TK/SD, tidak menutup kemungkinan menggunakan bahasa campuran; Bahasa Jawa dan Indonesia. Dewasa ini, Wayang Kancil sering dipentaskan menggunakan bahasa Indonesia, mengingat banyak anak sekarang yang kurang memahami bahasa Jawa. Namun, iringan lagu dalam pagelaran Wayang Kancil tetap memakai bahasa Jawa.

Pada perkembangannya, mulai tahun 1993, iringan musik untuk Wayang Kancil digarap dengan gendhing-gendhing dolanan anak, seperti ’Sluku Sluku Bathok’, ’Aku duwe Pithik’, ’Kupu Kuwi’ dan ’Gundul Pacul’. Bahkan, lagu anak-anak yang berbahasa Indonesia juga digarap, antara lain; ’Lihat Kebunku’, ’Naik Kereta Api’, ’Sayonara’, ’Dondong Apa Salak’, ’Bintang Kecil’, ’Satu Satu Aku Sayang Ibu’. Ki Ledjar juga menciptakan lagu yang bertema kepahlawanan tokoh Kancil, yang berjudul ’Kancil Pahlawan’, dalam bahasa Indonesia.

Wayang Kancil yang setiap pementasan selalu menekankan cerita pada pendidikan budi pekerti dan cinta lingkungan itu bisa menggunakan cerita binatang yang ada di Indonesia.

Misalnya saja untuk versi cerita binatang Indonesia versi Jawa, ada ”Serat Kancil Amongsastro” tulisan Kyai Rangga Amongsastro, pujangga pada pemerintahan Paku Buwana V di Surakarta. ”Serat Kancil naskah Van Dorp (Serat Kancil, awit kantjil kalahiraken ngantos dumugi pedjahipun wonten ing nagari Mesir, mawi kasekaraken)”. Kemudian masih ada lagi ”Sekar Kancil Kridamartana”, dan ”Serat Kancil Salokadarma”.

Cerita-cerita binatang di Indonesia sangat banyak, di Melayu, misalnya, ada ”Hikayat Palandoek Djinaka” dan ”Sja’ir Palandoek Djinaka”. Dari tanah Sunda dikenal dongeng bernama ”Sakadang Peutjang”. Di Aceh, dikenal pula cerita binatang bernama ”Plando’ Kantji”, ”Gelar Plando’ ”dan ”Hikajat Nathruan ade (Kinah Hiweuen)”.

***

Wayang Kancil yang digali Ki Ledjar sudah merambah ke mancanegara. Di luar negeri, Wayang Kancil bisa ditemua di beberapa tempat. Di Inggris, koleksi Wayang Kancil dimiliki seseorang bernama Tim Byar-Jones. Di Jerman, bisa ditemui di Ubersee-Museum, Bremen. Di Belanda, koleksi Wayang Kancil bisa ditemui di salah satu museum di kota Groningen yang bernama Volkenkunding Museum Gerardus van der Leeuw.

Di New York Amerika Serikat, koleksi Wayang Kancil dimiliki Tamara Fielding. Perusahaannya yang bernama Tamara and the Shadow Theatre of Java ”Wayang Kulit”, bergerak dibidang pelayanan pertunjukan, ceramah dan lokakaya mengenai wayang kulit.

Di Kanada, beberapa Wayang Kancil telah dikoleksi Dominigue Major dan pernah dipamerkan di Museum of Anthropology milik University of British Columbia. Wayang Kancil juga sudah menyebar ke Jepang dan Prancis.

”Saya heran. Meskipun keberadaan kesenian wayang (Kancil) sudah dikenal di luar negeri, tetapi di negara kita sendiri malah tidak mengakar. Dunia saja mengakui keampuhan kesenian wayang, kenapa justru di Indonesia sendiri kesenian wayang terabaikan,” kata Ledjar.

Pria berkacamata itu menambahkan, perhatian pemerintah sendiri untuk mendukung perkembangan kesenian tradisional wayang sangat lemah. Padahal, di beberapa negara di luar Indonesia, seperti Inggris, justru ada yang memakai kesenian wayang kancil untuk pendidikan terutama di tingkat TK/SD. Diprakasai oleh Sarah Bilby, mahasiswi School of Oriental and African Studies (SOAS) Inggris.

***

Meskipun sudah mendunia, keberadaan Wayang Kancil masih belum mendapat dukungan penuh, terutama dari pemerintah. Keberadaan Wayang Kacil yang menekankan pada cerita-cerita binatang yang sarat dengan ajaran budi pekerti dan cinta lingkungan hidup itu belum bisa dikembangkan di Indonesia.

Selama ini, menurut Ki Ledjar, pemerintah kurang tanggap dengan perkembangan kebudayaan yang ada di negaranya. Mereka kurang peka terhadap keistimewaan budaya di bangsanya sendiri.

“Seharusnya pemerintah seperti departemen pendidikan maupun pariwisata tanggap akan potensi budaya yang ada. Tidak dibiarkan saja. Jika tidak ada perhatian, lama-lama kesenian tradisional akan punah.”

Ki Ledjar sebagai tokoh yang menggali Wayang Kancil juga pernah melakukan upaya untuk memasuki wilayah pendidikan setingkat TK/SD. Meskipun tanggapan siswa sangat bagus, akan tetapi tidak ada dukungan dari institusi pendidikan. “Wayang Kancil sendiri sangat pas untuk media pendidikan, guna menanamkan pendidikan budi perkerti dan lingkungan hidup.”

Meskipun berat dan banyak kendala, seniman yang beralamatkan di Jl Mataram DN I/370 itu tetap memiliki semangat untuk terus menghidupkan kesenian Wayang Kancil. “Kita tetap tidak gentar dan maju terus.”

Ki Ledjar menyadari, kesenian tradisional wayang sudah jauh dari masyarakat Indonesia. Dirinya tetap memiliki tekad untuk mengimbangi masuknya budaya asing melalui Wayang Kancil yang digalinya.

Budaya yang impor dari luar negeri harus diimbangi. Saya memiliki harapan untuk bisa mengimbanginya dengan budaya wayang ini. Kita harus bertekad untuk bisa mengenalkan dan menanamkan kesenian tradisional wayang ini kepada generasi penerus sejak anak-anak.”

Sekarang ini, generasi muda sudah jauh dari budayanya sendiri. Sosialisasi tentang Wayang Kancil yang diberikan ke beberapa sekolah oleh Ki Ledjar sulit diterima siswa. Sosialisasi wayang memakai bahasa Jawa juga sulit dipahami siswa. Hal itu dikarenakan pendidikan bahasa Jawa juga tidak serius diajarkan.

“Keberadaan kesenian tradisional wayang harus kita pertahankan dan kita lestarikan. Bukan karena wayangnya, melainkan muatan-muatan ceritanya yang bisa diambil manfaatnya,” kata anak angkat dhalang kondang Ki Nartosabdo itu.

Ki Ledjar berharap, pemerintah bisa menjadi pelopor utama dalam pelestarian kesenian tradisional wayang. Kesenian wayang sebagai wujud kekayaan budaya bangsa saat ini kondisinya sudah mulai termarjinalkan. Pemerintah hendaknya sesegera mungkin berupaya untuk menjaga kelestariannya agar tidak punah. Apapun kesenian tradisioanal itu dan dari pulau manapun kesenian tradisional itu dilahirkan, pemerintah harus bertanggungjawab untuk memelihara dan mengembangkannya. (sulistiono)

Kenal Ketoprak? Baca Ini...

keterangan foto: Prajurit Lombok Abang Keraton Ngayogyakarta dalam Pawai Napak Tilas Hadeging Kutho Ngayogyakarta.

Sejak kecil sudah menjadi penari wayang orang. Menginjak remaja berkecimpung di kesenian ketoprak. Hingga masa tuanya tetap konsisten di jalur seni ketoprak. Dia adalah Slamet Harjo Sarjono, yang dikenal dengan sebutan Slamet HS. Pemimpin Ketoprak Keluarga Kesenian Jawa, Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta.

Bapak empak anak yang tinggal di Panggungharjo, Sewon, Bantul itu dikenal sebagai motor penggerak kesenian tradisional yang tetap konsisten mempertahankan nilai unggah-ungguh dalam berkesenian ketoprak. Seperti unggah-ungguh boso (bahasa), unggah-ungguh solah bowo (tingkah laku) dan unggah-ungguh busono (busana).

Keberadaan ketoprak mataram keluarga kesenian Jawa RRI Yogyakarta merupakan benteng terakhir yang menetukan punah tidaknya kesenian tradisional di masa depan. Saat ini perkembangan seni ketoprak sudah menyesuaikan dengan pasar. Unggah-ungguh dalam kesenian ketoprak sudah tidak begitu lagi diperhatikan. Perkembangan seni ketoprak pada era sekarang ini terlihat dengan munculnya beragam aliran ketoprak, seperti ketoprak humor, ketoprak sengkalan, ketoprak plesetan.

Perkembangannya itu juga merupakan upaya untuk mempertahankan kesenian ketoprak agar tetap eksis. Dengan adanya ketoprak dengan berbagai kemasan itu tidak akan menjadi ganjalan bagi eksistensi ketoprak tradisional. Meskipun harus diakui keberadaan ketoprak tradisional mulai lesu dan penggemarnya berkurang.

Pria kelahiran 4 April 1954 itu memilih jalur di seni ketoprak tradisional untuk mempertahankan warisan leluhur yang keberadaannya dari tahun-ke tahun mulai terancam, terus melemah tertelan perkembangan jaman. “Melihat perkembanganya, suatu saat kesenian tradisional kemungkinan sekali akan punah. Namun, itu masih lama. Mungkin 50 tahun kedepan ketoprak tradisional masih ada. Cuma yang jadi masalah apakah kondisinya bisa seperti sekarang atau tidak.”

Mempertahankan kesenian tradisional gampang-gampang susah. Pencarian kader muda pun sulit. Model kaderisasi seni ketoprak sendiri juga sudah berbeda. Semula kaderisasi seni ketoprak terbentuk dengan adanya tobong (panggung) ketoprak. Kaderisasi seperti itu terjadi ketika kesenian ketoprak itu ada, atau sekitar abad ke-18.

Tahun 1985 keberadaan tobong-tobong ketoprak sudah habis. Sehingga kaderisasi ketoprak saat ini hanya dilakukan dengan festival yang digelar di tingkat kalurahan hingga kecamatan. “Dari berbagai lomba itu kita mencari bibit-bibit pemain ketoprak. Tetapi pencarian bibit lewat festival memang secara kualitas juga kurang matang. Berbeda dengan bibit pemain ketoprak yang digembleng lewat panggung-panggung kesenian,” ungkapnya.

***

Ketoprak mataram Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta adalah grup ketoprak lawas yang keberadaanya sudah ada pada tahun 1936. Dulu grup ketoprak mataram Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta bernama Ketoprak Kridomudo yang bermarkas di Jl Mataram.

Di masanya ketika itu sering tampil mengisi siaran radio milik Belanda. Ketika Jepang menduduki Indonesia, keberadaan grup ketoprak itu tetap eksis dan diminta mengisi siaran radio milik Jepang. Sampai akhirnya Indonesia merdeka dan RRI lahir pada 11 September 1945, grup kesenian ketoprak tersebut masih bertahan. Kemudian grup ketoprak Kridomudo itu berganti nama Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta.

Grup ketoprak tradisional itu terus mengisi siaran di RRI Yogyakarta, dan menjadi siaran andalan. Tahun 1981, oleh Menteri Penerangan Ali Murtopo (1978-1984) mengangkat seniman yang terlibat dalam kesnian ketoprak menjadi pegawai negeri sipil, sebagai wujud kepedulian pemerintah. Kebijakan itu tidak hanya untuk RRI Yogyakarta, tetapi juga untuk RRI lain di Indonesia, seperti RRI Surakarta dengan seniman tradisional wayang orangnya, RRI Surabaya dengan seniaman tradisional ludruknya.

Roda jaman terus berputar. Semakin bertambah tahun, nasib kesenian mulai sedikit-demi sedikit tidak diperhatikan. Setelah Departemen Penerangan di hapus, tenaga kesenian di RRI Yogyakarta nasibnya mulai telantar. Dari tahun ke tahun, tenaga keseniannya dipangkas. Semula seniman ketoprak yang jumlahnya 47 orang, untuk tahun ini tinggal 15 orang. Tahun 2008 akan menyusut lagi menjadi 10 orang. Tahun 2011 tenaga seni ketoprak tinggal lima orang, dan akan habis pada tahun 2019.

“Ketoprak tradisional di RRI Yogyakarta satu-satunya harapan yang bisa menjaga kelestarian kesenian ketoprak tradisional. Jika grup ketoprak yang ada di RRI ini sudah tidak ada, kita juga tidak tahu lagi bagaimana nasib ketoprak tradisional nanti,” kata pegawai kesenian RRI Yogyakarta yang akan pensiun tahun 2010 itu.

Slamet HS, mengungkapkan, berdasarkan siaran apresiasi interaktif dengan pendengar, banyak yang menginginkan agar ketoprak tradisional tetap disiarkan. RRI Yogyakarta yang berkantor di Jl Ahmad Djazuli No 4 Kotabaru tersebut selalu menyiarkan ketoprak tradisional secara langsung dan berseri seminggu sekali, setiap hari Rabu pukul 21.30 wib-24.00 wib. “Setiap dua bulan sekali kita juga menggelar pentas di Auditorium RRI di Jl Gejayan. Penontonnya cukup banyak. Kursi yang ada di auditorium hampir penuh.”

***

Sekarang ini seni ketoprak tradisional Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta terkesan bagaikan monumen ketoprak saja. Di luar gedung RRI, ketoprak tradisional jarang lagi ditemui. Meskipun ketoprak tradisional masih ada, keberadaannya amat sedikit.

Beragam kendala dihadapi oleh para pelaku seni ketoprak tradisional. Slamet HS yang tetap menjadi penjaga gawang ketoprak tradisional tersebut terus berupaya agar ketoprak tradisional tetap eksis. Meskipun kondisinya juga terkendala SDM (sumber daya manusia), pelaku ketoprak tradisional pantang menyerah. Slamet HS sendiri seringkali meminta bantuan para seniman ketoprak untuk membantunya dalam menggelar ketoprak tradisional di RRI Yogyakarta.

Maklum, seniman ketoprak di RRI Yogytakarta sudah habis. Semula seniman ketoprak yang jumlahnya mencapai 47 orang dengan penabuh karawitan 60 orang, sekarang ini sudah tidak ada. “Dalam mempertahankan ketoprak tradisional untuk bisa siaran di RRI Yogyakarta saya meminta bantuan mantan seniman ketoprak RRI yang sudah habis masa tugasnya.”

Slamet terus berupaya memperjuangkan agar seniman ketoprak tradisional tetap diberi ruang untuk bisa siaran, sebagai bentuk eksistensi kesenian tradisional. Dirinya juga bertekad untuk tetap menjaga kesenian tradisional setelah pensiun.

“Mestinya pemerintah juga ikut berpartisipasi agar kesenian ketoprak tradisional bisa bertahan. Kalau ketoprak tradisional selalu menyesuaikan pasar saja, maka kesenian tradisional lama-lama akan punah. Perlu upaya untuk melestarikannya,” kata Slamet.

Menurutnya, pemerintah yang sekarang bisa belajar dari upaya Menteri Penerangan Ali Murtopo dalam mengangkat ekonomi para seniman dan menyelamatkan kesenian tradisional, dengan mengangkat para seniman menjadi pegawai negeri sipil. “Kalau bisa ya pemerintah sekarang ini berupaya seperti itu agar para seniman juga terangkat kehidupannya, dan bisa tetap melestarikan kesenian warisan nenek moyang.”

Seniman yang terlibat dalam kesenian ketoprak tradisional sangat banyak. Untuk idealnya, ada 35-40 orang pemain ketoprak, dan 20-30 orang tenaga karawitan. Mengingat banyaknya seniman yang terlibat dalam kesenian tradisional, maka sekarang sangat tergantung dari kemauan pemerintah untuk melestarikannya. “Masih perlukan kesenian tradisional yang kaya akan nilai-nilai ini perlu dipertahankan. Pertanyaan ini perlu kita sampaikan kepada mereka yang duduk di eksekutif dan legislatif.”

Menurutnya, kesenian tradisional di daerah manapun masih tetap banyak pendukungnya. Cuma yang menjadi permasalahan adalah apakah ada dukungan finansial untuk menyelenggarakan kesenian tradisional tersebut. Apalagi, sekarang ini jaman sudah beralih ke teknologi, sehingga keberadaan kesenian tradisional harus merekrut generasi muda untuk melestarikannya, sekaligus agar kesenian tradisional tidak ditinggalkan.

Pria berkacamata yang gemar mencari teman lewat kesenian ketoprak itu menuturkan, untuk menjaga eksistensi, ketoprak tradisional sering melakukan kegiatan-kegiatan seperti pentas bersama. Maka dari itu, masa depan ketoprak tradisional sendiri juga sangat ditentukan oleh siapa yang memimpin grup ketoprak itu sendiri.

***

Para seniman ketoprak tradisional memiliki harapan yang mendalam agar keberadaan kesenian warisan leluhur itu bisa bertahan hingga akhir jaman. Selain peran serta pemerintah dalam melestarikan kesenian tradisional, pendidikan bahasa Jawa di lingkungan keluarga sangat menentukan. Anak-anak di lingkungan keluarga hendaknya selalu diajarkan bahasa daerah (Jawa).

Pendidikan bahasa Jawa itu merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan kesenian ketoprak tradisional. Sebab, bahasa yang dipakai dalam kesenian ketoprak tradisional adalah bahasa Jawa. Sehingga jika bahasa Jawa sudah dikenal oleh generasi muda sejak kecil, maka kesenian tradisional seperti ketoprak dan wayang yang dalam pementasannya memakai bahasa Jawa bisa tetap bisa diteriman dan dicintai.

“Kalau anak cucu kita tidak bisa bahasa Jawa bagaimana kesenian tradisional bisa bertahan. Yang perlu dikhawatirkan juga, jika upaya seperti itu tidak dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan anak cucu kita kalau mau belajar bahasa Jawa harus ke luar negeri. Sebab, sekarang ini banyak sekali mahasiswa asing yang mempelajari kesenian Jawa,” ungkap Slamet.

Dari sisi pemerintahan sebenarnya juga bisa dilakukan. Seperti memakai bahasa Jawa sebagai salah satu materi ujian seleksi yang menentukan diterima tidaknya seorang calon pegawai negeri sipil. Begitu juga di sekolah-sekolah, yaitu dengan menjadikan mata pelajaran bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajaran yang menjadi syarat kelulusan siswa. Dengan demikian bahasa Jawa benar-benar dipelajari.

“Kalau dari penguasaan bahasa Jawa saja lemah, bagaimana kesenian tradisional bisa dicintai masyarakat, karena semua kesenian tradisional memakai bahasa Jawa. Sekarang ini tinggal bagaimana kemauan pemerintah apakah ada greget untuk menyelamatkan warisan leluhur?” (Sulistiono)

Peredaran Daging Diawasi Loh...

Kepala Bidang Bina Produksi Peternakan, Dinas Pertanian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Daryadi, mengungkapkan pengawasan peredaran daging ternak di pasaran diperketat selama bulan ramadhan dan Idul Fitri tahun ini.

Pengawasan tersebut terkait dengan meningginya peredaran daging bangkai maupun daging sapi gelonggongan setiap kali bulan ramadhan dan Idul Fitri. “Sebenarnya peredaran daging bangkai dan daging sapi gelonggongan setiap saat bisa terjadi. Akan tetapi biasanya setiap bulan ramadhan dan Idul Fitri jumlahnya meningkat.”

Menurut dia, waktu operasi peredaran daging bangkai dan daging gelonggongan sifatnya dirahasiakan. Yang pasti, untuk kontrol masuknya daging bangkai dan gelonggongan ke pasaran dilakukan pada waktu dinihari.

“Kita akan meningkatkan operasi pada bulan ramadhan ini. Kegiatan akan kita intensifkan lagi dua minggu sebelum Idul Fitri, karena pada saat itu permintaan daging biasayanya meningkat. Kegiatan ini akan melibatkan dinas terkait di tingkat kabupaten/kota dan satuan polisi pamong praja (Sat Pol PP).”

Daryanto mengungkapkan, ulah para pedagang nakal sebenarnya sudah diantisipasi dengan upaya pendampingan. Namun, upaya tersebut belum maksimal bisa menekan angka peredaran daging ayam bangkai dan daging sapi gelonggongan.

Pihaknya berjanji akan menindak tegas pedagang yang diketahui menjual daging ayam bangkai maupun daging sapi gelonggongan. Semua daging yang dicurigai bangkai dan gelonggongan akan diuji untuk mengetahui layak dan tidaknya daging tersebut dikonsumsi.

“Ulah pedagang nakan selalu ada. Dan biasanya konsumen mau membeli karena daging yang seperti itu harganya murah. Kita berharap konsumen dalam membeli daging ayam atau daging sapi jangan sampai terlena dengan harga yang murah,” katanya.

Selain menggelar operasi di pasaran, pihaknya juga sudah melakukan koordinasi untuk memperketat pengawasan lalu lintas daging yang masuk ke wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui Unit pelaksana Teknis Balai Diagnostik Kehewanan Propinsi DIY. (sulistiono)

Terminal Penumpang Yogya Siagakan Ratusan Bus Cadangan

Sedikitnya 179 bus cadangan bantuan dari organda (organisasi angkutan darat) disiagakan di Terminal Penumpang Yogyakarta untuk mengantisipasi lonjakan penumpang pada arus mudik dan arus balik musim liburan Idul Fitri tahun ini.

Selain menyiapkan bus cadangan, sejumlah persiapan lain juga dikerjakan untuk mendukung kenyamanan calon penumpang di terminal terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Seperti pengadaan pos kesehatan, dan pos informasi

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terminal Penumpang Yogyakarta, Imanudin Azis, Jumat (29/9), mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan koordinasi di tingkat propinsi DIY. Ledakan penumpang arus mudik dan arus balik diperkirakan akan terjadi pada H-3 dan H+3.

Berdasarkan data bulan Agustus, jumlah lalu lintas bus yang masuk Terminal Penumpang Yogyakarta untuk bus AKAP (antar kota antar propinsi) saat ini sebanyak 915 unit, untuk bus AKDP (antar kota dalam propinsi) sebanyak 913 unit. Sedangkan bus kota 555 unit. Jumlah kedatangan penumpang untuk bus AKAP dan AKDP berjumlah 578.658 orang, dan jumlah keberangkatan penumpang 579.474 orang. Dan, untuk arus kedatangan penumpang bus kota 240.141 orang dan arus keberangkatannya 206.975 orang.

“Arus kedatangan dan keberangkatan penumpang akan mengalami puncaknya pada H-3 dan H+3. Kita sudah persiapkan segalanya untuk mendukung kenyamanan calon penumpang yang melewati Terminal Penumpang Yogyakarta ini,” kata Azis.

Dikatakan, saat ini pihak pengelola terminal (PT Perwita Karya) juga sedang melakukan perbaikan sarana dan prasarana terminal yang rusak akibat bencana gempa 27 Mei lalu. Seperti perbaikan ruang tunggu penumpang, lajur kedatangan penumpang serta perbaikan atap dan kaca.

Menurut Azis, masalah tarif lebaran, saat ini masih menunggu kepastian dari pemeruintah pusat. Yang jelas, para penumpang dihimbau untuk hati-hati terhadap masalah pelanggaran tarif. Jika nantinya mengetahui ada pelanggaran tarif, diminta untuk melaporkan ke Pos Informasi yang akan dijaga 24 jam.

“Para calon penumpang nanti juga kita harapkan menghindari calo tiket. Masalah calo tiket ini tidak lepas dari pantauan kami. Terminal sendiri selain akan diawasi aparat kepolisian, kekuatan tenaga security juga disiapkan yang jumlahnya 39 personil.” (sulistiono)

Berpuasa Sambil Berjualan Buku Islami

Solihin Syam, warga Jl Wonocatur, 419 Banguntapan, Bantul, punya resep sendiri selama bulan Ramadhan. Sembari menunggu buka puasa, dirinya menjual buku-buku Islami di Masjid Diponegoro, Yogyakarta.

Dengan mobil pribadinya, dia berniat menjual buku Islami di masjid hingga akhir bulan Ramadhan. Setiap hari dia membawa 360 judul buku dengan harga berkisar Rp.5.000 hingga Rp 136 ribu. Setiap tahun, ketika bulan Ramadhan, korban gempa itu selalu mengisi waktu dengan berdagangan buku.

Buku-buku yang dijual diatata rapih di dalam bak mobilnya, dan sebagian kecil dia tata di dua meja yang panjangnya sekitar tiga meter. Tahun ini, dia menjual buku ke kota Yogyakarta karena pasar buku di daerahnya (Bantul) lagi sepi. Konsumen buku di Toko Galaxy Ikhwah Group miliknya yang ada di Jl Wonocatur 419 juga belum pulih paska tragedi bencana gempa 27 Mei lalu.


Dirinya pun memilih berjualan buku ke kota Yogyakarta, dan memilih masjid Diponegoro sebagai tempat untuk menjajakan buku Islami. “Dari pada tidak ada kegiatan saya gunakan waktu selama bulan ramadhan ini untuk berjualan buku di sini (masjid Diponegoro). Kalau lagi tidak ada konsumen saya pakai untuk membaca al-quran.”

Buku-buku Islami yang dijual ternyata cukup laris. Setiap hari, dia mampu menjual 10-20 eksemplar. Buku yang paling diminati antara lain berjudul ”Keajaiban Sholat Subuh” karangan Imad Ali Abdul Sami Husain dan buku berjudul “Misteri Shalat Subuh” karangan Dr. Raghib As-Sirjani. “Minat baca masyarakat terhadap buku Islami pada bulan ramadhan biasanya tinggi, terutama untuk buku-buku Islami.”

Sehari-hari, Solihin memang berprofesi sebagai agen buku Islami. Tetapi selama bulan Ramadhan dia mengecer sendiri buku-buku Islami, dan memilih salah satu lokasi masjid untuk menjajakan buku-buku Islaminya. Buku Islami dagangannya dia dapatkan dari pecetakan di berbagai daerah di luar Yogyakarta seperti seperti percetakan dari Solo, Bandung dan Jakarta.

Dagangannya selalu dikerubungi konsumen, terutama oleh orang-orang yang sedang menjalankan ibadah di masjid, tempat dimana dia menjajakan bukunya. Sehabis sholat biasanya, para muslim mendatangi pajangan buku yang dia tata rapih. Meskipun tidak semua yang datang membeli buku, tetapi hanya melihat-lihat saja. (sulistiono)