Monday, October 02, 2006

Kenal Ketoprak? Baca Ini...

keterangan foto: Prajurit Lombok Abang Keraton Ngayogyakarta dalam Pawai Napak Tilas Hadeging Kutho Ngayogyakarta.

Sejak kecil sudah menjadi penari wayang orang. Menginjak remaja berkecimpung di kesenian ketoprak. Hingga masa tuanya tetap konsisten di jalur seni ketoprak. Dia adalah Slamet Harjo Sarjono, yang dikenal dengan sebutan Slamet HS. Pemimpin Ketoprak Keluarga Kesenian Jawa, Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta.

Bapak empak anak yang tinggal di Panggungharjo, Sewon, Bantul itu dikenal sebagai motor penggerak kesenian tradisional yang tetap konsisten mempertahankan nilai unggah-ungguh dalam berkesenian ketoprak. Seperti unggah-ungguh boso (bahasa), unggah-ungguh solah bowo (tingkah laku) dan unggah-ungguh busono (busana).

Keberadaan ketoprak mataram keluarga kesenian Jawa RRI Yogyakarta merupakan benteng terakhir yang menetukan punah tidaknya kesenian tradisional di masa depan. Saat ini perkembangan seni ketoprak sudah menyesuaikan dengan pasar. Unggah-ungguh dalam kesenian ketoprak sudah tidak begitu lagi diperhatikan. Perkembangan seni ketoprak pada era sekarang ini terlihat dengan munculnya beragam aliran ketoprak, seperti ketoprak humor, ketoprak sengkalan, ketoprak plesetan.

Perkembangannya itu juga merupakan upaya untuk mempertahankan kesenian ketoprak agar tetap eksis. Dengan adanya ketoprak dengan berbagai kemasan itu tidak akan menjadi ganjalan bagi eksistensi ketoprak tradisional. Meskipun harus diakui keberadaan ketoprak tradisional mulai lesu dan penggemarnya berkurang.

Pria kelahiran 4 April 1954 itu memilih jalur di seni ketoprak tradisional untuk mempertahankan warisan leluhur yang keberadaannya dari tahun-ke tahun mulai terancam, terus melemah tertelan perkembangan jaman. “Melihat perkembanganya, suatu saat kesenian tradisional kemungkinan sekali akan punah. Namun, itu masih lama. Mungkin 50 tahun kedepan ketoprak tradisional masih ada. Cuma yang jadi masalah apakah kondisinya bisa seperti sekarang atau tidak.”

Mempertahankan kesenian tradisional gampang-gampang susah. Pencarian kader muda pun sulit. Model kaderisasi seni ketoprak sendiri juga sudah berbeda. Semula kaderisasi seni ketoprak terbentuk dengan adanya tobong (panggung) ketoprak. Kaderisasi seperti itu terjadi ketika kesenian ketoprak itu ada, atau sekitar abad ke-18.

Tahun 1985 keberadaan tobong-tobong ketoprak sudah habis. Sehingga kaderisasi ketoprak saat ini hanya dilakukan dengan festival yang digelar di tingkat kalurahan hingga kecamatan. “Dari berbagai lomba itu kita mencari bibit-bibit pemain ketoprak. Tetapi pencarian bibit lewat festival memang secara kualitas juga kurang matang. Berbeda dengan bibit pemain ketoprak yang digembleng lewat panggung-panggung kesenian,” ungkapnya.

***

Ketoprak mataram Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta adalah grup ketoprak lawas yang keberadaanya sudah ada pada tahun 1936. Dulu grup ketoprak mataram Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta bernama Ketoprak Kridomudo yang bermarkas di Jl Mataram.

Di masanya ketika itu sering tampil mengisi siaran radio milik Belanda. Ketika Jepang menduduki Indonesia, keberadaan grup ketoprak itu tetap eksis dan diminta mengisi siaran radio milik Jepang. Sampai akhirnya Indonesia merdeka dan RRI lahir pada 11 September 1945, grup kesenian ketoprak tersebut masih bertahan. Kemudian grup ketoprak Kridomudo itu berganti nama Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta.

Grup ketoprak tradisional itu terus mengisi siaran di RRI Yogyakarta, dan menjadi siaran andalan. Tahun 1981, oleh Menteri Penerangan Ali Murtopo (1978-1984) mengangkat seniman yang terlibat dalam kesnian ketoprak menjadi pegawai negeri sipil, sebagai wujud kepedulian pemerintah. Kebijakan itu tidak hanya untuk RRI Yogyakarta, tetapi juga untuk RRI lain di Indonesia, seperti RRI Surakarta dengan seniman tradisional wayang orangnya, RRI Surabaya dengan seniaman tradisional ludruknya.

Roda jaman terus berputar. Semakin bertambah tahun, nasib kesenian mulai sedikit-demi sedikit tidak diperhatikan. Setelah Departemen Penerangan di hapus, tenaga kesenian di RRI Yogyakarta nasibnya mulai telantar. Dari tahun ke tahun, tenaga keseniannya dipangkas. Semula seniman ketoprak yang jumlahnya 47 orang, untuk tahun ini tinggal 15 orang. Tahun 2008 akan menyusut lagi menjadi 10 orang. Tahun 2011 tenaga seni ketoprak tinggal lima orang, dan akan habis pada tahun 2019.

“Ketoprak tradisional di RRI Yogyakarta satu-satunya harapan yang bisa menjaga kelestarian kesenian ketoprak tradisional. Jika grup ketoprak yang ada di RRI ini sudah tidak ada, kita juga tidak tahu lagi bagaimana nasib ketoprak tradisional nanti,” kata pegawai kesenian RRI Yogyakarta yang akan pensiun tahun 2010 itu.

Slamet HS, mengungkapkan, berdasarkan siaran apresiasi interaktif dengan pendengar, banyak yang menginginkan agar ketoprak tradisional tetap disiarkan. RRI Yogyakarta yang berkantor di Jl Ahmad Djazuli No 4 Kotabaru tersebut selalu menyiarkan ketoprak tradisional secara langsung dan berseri seminggu sekali, setiap hari Rabu pukul 21.30 wib-24.00 wib. “Setiap dua bulan sekali kita juga menggelar pentas di Auditorium RRI di Jl Gejayan. Penontonnya cukup banyak. Kursi yang ada di auditorium hampir penuh.”

***

Sekarang ini seni ketoprak tradisional Keluarga Kesenian Jawa RRI Yogyakarta terkesan bagaikan monumen ketoprak saja. Di luar gedung RRI, ketoprak tradisional jarang lagi ditemui. Meskipun ketoprak tradisional masih ada, keberadaannya amat sedikit.

Beragam kendala dihadapi oleh para pelaku seni ketoprak tradisional. Slamet HS yang tetap menjadi penjaga gawang ketoprak tradisional tersebut terus berupaya agar ketoprak tradisional tetap eksis. Meskipun kondisinya juga terkendala SDM (sumber daya manusia), pelaku ketoprak tradisional pantang menyerah. Slamet HS sendiri seringkali meminta bantuan para seniman ketoprak untuk membantunya dalam menggelar ketoprak tradisional di RRI Yogyakarta.

Maklum, seniman ketoprak di RRI Yogytakarta sudah habis. Semula seniman ketoprak yang jumlahnya mencapai 47 orang dengan penabuh karawitan 60 orang, sekarang ini sudah tidak ada. “Dalam mempertahankan ketoprak tradisional untuk bisa siaran di RRI Yogyakarta saya meminta bantuan mantan seniman ketoprak RRI yang sudah habis masa tugasnya.”

Slamet terus berupaya memperjuangkan agar seniman ketoprak tradisional tetap diberi ruang untuk bisa siaran, sebagai bentuk eksistensi kesenian tradisional. Dirinya juga bertekad untuk tetap menjaga kesenian tradisional setelah pensiun.

“Mestinya pemerintah juga ikut berpartisipasi agar kesenian ketoprak tradisional bisa bertahan. Kalau ketoprak tradisional selalu menyesuaikan pasar saja, maka kesenian tradisional lama-lama akan punah. Perlu upaya untuk melestarikannya,” kata Slamet.

Menurutnya, pemerintah yang sekarang bisa belajar dari upaya Menteri Penerangan Ali Murtopo dalam mengangkat ekonomi para seniman dan menyelamatkan kesenian tradisional, dengan mengangkat para seniman menjadi pegawai negeri sipil. “Kalau bisa ya pemerintah sekarang ini berupaya seperti itu agar para seniman juga terangkat kehidupannya, dan bisa tetap melestarikan kesenian warisan nenek moyang.”

Seniman yang terlibat dalam kesenian ketoprak tradisional sangat banyak. Untuk idealnya, ada 35-40 orang pemain ketoprak, dan 20-30 orang tenaga karawitan. Mengingat banyaknya seniman yang terlibat dalam kesenian tradisional, maka sekarang sangat tergantung dari kemauan pemerintah untuk melestarikannya. “Masih perlukan kesenian tradisional yang kaya akan nilai-nilai ini perlu dipertahankan. Pertanyaan ini perlu kita sampaikan kepada mereka yang duduk di eksekutif dan legislatif.”

Menurutnya, kesenian tradisional di daerah manapun masih tetap banyak pendukungnya. Cuma yang menjadi permasalahan adalah apakah ada dukungan finansial untuk menyelenggarakan kesenian tradisional tersebut. Apalagi, sekarang ini jaman sudah beralih ke teknologi, sehingga keberadaan kesenian tradisional harus merekrut generasi muda untuk melestarikannya, sekaligus agar kesenian tradisional tidak ditinggalkan.

Pria berkacamata yang gemar mencari teman lewat kesenian ketoprak itu menuturkan, untuk menjaga eksistensi, ketoprak tradisional sering melakukan kegiatan-kegiatan seperti pentas bersama. Maka dari itu, masa depan ketoprak tradisional sendiri juga sangat ditentukan oleh siapa yang memimpin grup ketoprak itu sendiri.

***

Para seniman ketoprak tradisional memiliki harapan yang mendalam agar keberadaan kesenian warisan leluhur itu bisa bertahan hingga akhir jaman. Selain peran serta pemerintah dalam melestarikan kesenian tradisional, pendidikan bahasa Jawa di lingkungan keluarga sangat menentukan. Anak-anak di lingkungan keluarga hendaknya selalu diajarkan bahasa daerah (Jawa).

Pendidikan bahasa Jawa itu merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan kesenian ketoprak tradisional. Sebab, bahasa yang dipakai dalam kesenian ketoprak tradisional adalah bahasa Jawa. Sehingga jika bahasa Jawa sudah dikenal oleh generasi muda sejak kecil, maka kesenian tradisional seperti ketoprak dan wayang yang dalam pementasannya memakai bahasa Jawa bisa tetap bisa diteriman dan dicintai.

“Kalau anak cucu kita tidak bisa bahasa Jawa bagaimana kesenian tradisional bisa bertahan. Yang perlu dikhawatirkan juga, jika upaya seperti itu tidak dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan anak cucu kita kalau mau belajar bahasa Jawa harus ke luar negeri. Sebab, sekarang ini banyak sekali mahasiswa asing yang mempelajari kesenian Jawa,” ungkap Slamet.

Dari sisi pemerintahan sebenarnya juga bisa dilakukan. Seperti memakai bahasa Jawa sebagai salah satu materi ujian seleksi yang menentukan diterima tidaknya seorang calon pegawai negeri sipil. Begitu juga di sekolah-sekolah, yaitu dengan menjadikan mata pelajaran bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajaran yang menjadi syarat kelulusan siswa. Dengan demikian bahasa Jawa benar-benar dipelajari.

“Kalau dari penguasaan bahasa Jawa saja lemah, bagaimana kesenian tradisional bisa dicintai masyarakat, karena semua kesenian tradisional memakai bahasa Jawa. Sekarang ini tinggal bagaimana kemauan pemerintah apakah ada greget untuk menyelamatkan warisan leluhur?” (Sulistiono)

No comments: