Thursday, September 14, 2006

Bisnis Eceran Ditengah Arus Modernisasi

Merebaknya pasar-pasar modern di Indonesia berdampak pada persaingan ketat dengan pasar tradisional. Peraturan yang memihak keberadaan pasar modern akan mematikan pasar tradisional.

Begitu juga di Yogyakarta, keberadaan mall selalu bertambah. Melihat agresifitas pasar modern tersebut, tidak menutup kemungkinan pasar modern akan berkembang dengan pesat di kota-kota kecil.

Pengusaha sangat jeli membidik peluang dan kesempatan, bahkan kalau perlu tidak menunggu atau mencari, tetapi menciptakan peluang sendiri. Larangan kehadiran pasar modern di lingkup daerah tertentu diterobos melalui model minimarket atau supermarket dalam kapasitas yang lebih kecil.

Saat ini makin banyak minimarket hadir di permukiman-permukiman yang jauh dari pusat kota, baik yang berbentuk franchise atau waralaba maupun milik perseorangan. Penampilannya yang menarik dengan harga agak miring membuat orang suka.
Kehadiran bisnis ritel atau eceran modern semacam hypermarket, supermarket, department store, serta pusat grosir atau kulakan memang tak terelakkan sebagai bagian dari kemajuan dan perkembangan zaman.

Sekarang ini aktifitas belanja bukan lagi sekadar kegiatan membeli barang-barang yang dibutuhkan, melainkan juga rekreasi. Untuk memenuhi fungsi di luar transaksi tersebut penampilan dan penataan yang menarik menjadi suatu tuntutan.

Menghadapi serbuan bisnis eceran modern yang makin menyesakkan, sebenarnya telah ada upaya memperbaiki penampilan pasar tradisional yang selama ini dicitrakan becek, kumuh, semrawut, dan tidak ada kepastian harga. Pemerintah kota (Pemkot) Yogyakarta, misalnya, sudah melakukan upaya itu. Seperti dibuatnya pasar buah Giwangan, maupun pasar Ikan higienis yang saat ini sudah dalam tahap persiapan untuk buka.

Bagaimanapun dan apa pun yang terjadi bisnis eceran tradisional, khususnya yang berbentuk pasar tradisional, perlu diberi hak hidup agar tidak mati secara perlahan-lahan akibat desakan bisnis ritel modern.

Pertimbangan utamanya adalah di sana ada pelaku-pelaku ekonomi kecil yang jumlahnya dominan dalam sistem perekonomian kita, yakni para pedagang kecil. Bahkan usaha seperti itulah, yang saat puncak krisis moneter tahun 1998 masih mampu bertahan dan eksis.

Maka dari itu, jangan sampai mereka pun gulung tikar satu demi satu bersamaan dengan kebangkrutan pasar, tempat mencari penghidupan. Jika itu yang terjadi, akan menambah persoalan bangsa ini yang terus berkutat dari satu krisis ke krisis lainnya, terutama di sektor ekonomi. Jumlah penganggur tentu meningkat dan berpotensi memunculkan masalah sosial beserta dampak lain yang tidak Diinginkan.

Demi menyelamatkan pasar tradisional itu, sangat dibutuhkan keberpihakan para penentu kebijakan. Berdasarkan fakta yang ada saat ini, kiranya tidak bisa menghambat pesatnya bisnis eceran modern karena keberadaannya juga menjadi suatu kebutuhan masyarakat, meskipun tidak dalam persentase besar, yakni hanya untuk kalangan menengah ke atas.

Pengaturan dan penegakan peraturan sangat diperlukan, agar bisnis eceran tradisional bisa tumbuh dan hidup berdampingan dengan bisnis eceran modern. Butuh regulasi yang membatasi wilayah yang boleh didirikan fasilitas pusat-pusat perbelanjaan modern, baik berupa hypermarket, supermarket, department store, grosir, dan sejenisnya. (sulistiono)

No comments: